Minggu, 24 Mei 2009

PARADOKSAL PEROMBAKAN APBN 2009


Oleh: Hamzah Ali
Pemimpin Redaksi Jurnal DAKSINAPATI

Dalam mengantisipasi buruknya dampak krisis ekonomi global, maka APBN 2009 mengalami perombakan fundamental. Salah satu penyebab paling rasional bagi pemerintah adalah perlunya penambahan stimulus fiskal dari Rp 12,5 triliun menjadi Rp 71,3 triliun. Asumsi tersebut setara dengan 1,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Ini diharapkan dapat menekan daya rusak krisis terhadap pertumbuhan ekonomi. Belum lagi daya dorong ekonomi domestik yang kurang signifikan.

Tujuan dari perombakan APBN 2009 antara lain. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, menambah daya saing dan daya tahan dunia usaha domestik. Ketiga, perbelanjaan infrastruktur padat karya melalui program sosial dan pemberdayaan masyarakat, mengingat ancaman PHK yang mengancam tidak kurang dari 50 juta orang tahun ini, akan terjadi guncangan besar pada stabilitas sosial masyarakat bila terus dibiarkan.

Ada beberapa catatan dari kebijakan tersebut, dilihat dari politik alokasi secara garis besar sasaran tersebut tampaknya sudah sering dilakukan. Namun, ada kesan bahwa pemerintah ingin menyenangkan banyak pihak dan ingin dikenal sebagai Hobbe-Nietzchean, yaitu orang yang ingin dikenal baik pada ruang-ruang publik. mungkin terkait isu politik mendekati Pemilu 2009. Padahal disisi lain untuk beberapa fasilitas sejumlah sektor lainnya diciutkan. Sehingga terkesan tidak cukup fokus dan tajam untuk prinsip alokasi.

Kritik berikutnya tentang alokasi dana stimulus tersebut yang lebih besar diberikan dalam bentuk penghematan dan subsidi pajak, serta bea masuk yaitu sebesar Rp 56,3 triliun atau 78 persen dari total perombakan anggaran tersebut (Rp 71,3 triliun). Bukan pada belanja langsung pemerintah, sehingga ada kekhawatiran tak terlalu efektif mendorong permintaan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kecil menengah. Bahkan, ada ketakutan justru akan merusak aparat dan merangsang koruptor baru.

Dari sisi upaya meningkatkan daya beli masyarakat dan lapangan kerja, kiranya perlu mengapresiasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), meski dalam perjalanannya (PNPM-PPK: 1998-2008) program tersebut telah mencatat sekitar 690 kasus penyimpangan dana dengan nilai Rp 22.660 juta, dan pengembalian hanya Rp 5.591 juta (Seputar Indonesia, 19 Desember ‘08). Oleh karena itu, perlu pengawasan ketat dari pemerintah dalam menjaga mekanisme penggunaan dana tersebut.

Selain itu, kita juga menyambut baik tentang adanya peningkatan alokasi dana hingga Rp 10,2 triliun untuk proyek infrastruktur yang menyerap banyak tenaga kerja dan memperluas arus distribusi ekonomi. Kendati demikian bila kita melihat dasar fungsi redistribusi kebijakan fiskal dalam hal ini terdapat beberapa kelemahan dalam realisasinya. Pertama, minimnya jaminan sosial yang mudah diakses oleh masyarakat luas dengan birokrasi mudah.

Kedua, dalam kondisi resesi ekonomi saat ini, sistem perekonomian sangat rawan terhadap ketimpangan. Karena tidak mempunyai mekanisme yang terstruktur untuk melakukan pemerataan. Dari hal tersebut setidaknya menuntut kita untuk tidak mudah cepat berpuas diri dan bekerja lebih keras, bagi semua pihak hendaknya mengawal paket kebijakan paradoks ini ke gerbang pertumbuhan dan penguatan ekonomi Indonesia.

Kebijakan stimulus ini juga hanya bisa dikatakan efektif jika memenuhi beberapa hal yang dianggap perlu diperhatikan, seperti tepat sasaran atau fokus, cepat dan tanggap terhadap respon dinamika masyarakat, bersifat jangka panjang (sustainable development), dan mempunyai efek besar terhap perubahan ekonomi kearah yang lebih baik. Intinya ada pada kapasitas dan kredibilitas birokrasi, terkait kecepatan dan kualitas penyerapannya.

Penekanan utama ada pada birokrasi daerah, dimana 60 persen belanja Negara terkonsentrasi disitu. Diharapkan juga kepada seluruh aktor perekonomian, jangan sampai sepenuhnya menumpukan harapan pada stimulus fiskal tersebut yang terkesan riskan. Atas dasar itu, kebijakan non-APBN, termasuk di level departemen juga perlu didorong, terutama dengan investasi domestik dan pembenahan kualitas sektor riil.







0 komentar:

Posting Komentar