Rabu, 30 September 2009

TRANSFORMASI ASURANSI DALAM EKONOMI INOVATIF 2009

Lembaga riset Taylor Nelson Sofres Indonesia (TNSI) memastikan persaingan usaha pada tahun 2009 akan makin ketat. Oleh karena itu, butuh strategi dalam rangka mengembangkan sektor potensial ekonomi kreatif guna mendorong inovasi.disinilah asuransi memainkan peran untun bertransformasi kedalam ekonomi Inovatif.


Oleh: Hamzah Ali

Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNJ

(Ditulis untuk Mengikuti Lomba Penulisan Artikel Asuransi antar Blog pada Insurance Day Indonesia 2009)

Pendapat kebanyakan pakar ekonomi, tahun 2009 akan menjadi tahun yang sulit dan akan menjadi tantangan berat bagi perekonomian di seluruh negara, termasuk Indonesia. Indikasinya adalah resiko ekonomi yang semakin tinggi sehingga menimbulkan kelesuan masif dari pelaku kegiatan usaha, diiringi dengan menurunnya produktivitas dalam negeri, juga dampak dari depresi krisis ekonomi global yang diperkirakan akan terus mengalami kontraksi sampai 2010. Disinilah asuran menempatkan diri sebagai aktor utama penanggulangan resiko.

Dapat terlihat, Beberapa hal yang menjadi gambaran sulitnya dunia usaha adalah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menghindari resiko kerugian dan mengurangi beban akibat krisis keuangan global. Menurut data Tim Monitoring Dampak Krisis, jumlah PHK di Indonesia mencapai 17.446 orang, sementara yang telah direncanakan untuk di PHK mencapai 28.927 orang. Hal tersebut berakibat pada ketidakstabilan dalam tatanan sosial, kemiskinan akan bertambah, dan daya beli masyarakat akan menurun. Maka ditaksir meningkatnya minat masyarakat terhadap asuransi akan bertambah seiring dengan ketidakpastian dari fluktuasinya iklim perekonomian.

Sementara itu, tahun 2009 dunia usaha dalam negeri akan dihadapkan dengan ujian berat krisis investasi, baik dalam negeri maupun asing. Kemudian mengakibatkan investasi di sektor riil semakin mengalami jalan buntu. Resiko yang ditanggung pun semakin berat. Hal tersebut disebabkan beberapa hal. Pertama, iklim politik dalam kaitannya dengan kepastian usaha pada kebijakan ekonomi baru. Kedua, periode suram perbankan di tahun 2009 dalam kaitannya sebagai pemasok dana modal serta pengembangan usaha. Dalam keadaan demikian resiko yang dialami harus diatasi sebaik mungkin dengan manajeman resiko pada asuransi.

Tak dapat dipungkiri bahwa keadaan demikian membuat dunia usaha harus secepat mungkin merespon strategi ketahanan usaha dengan mempertahankan produktivitas yang semakin meningkat. Dalam rangka menyikapi tantangan tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, Tahun 2009 dapat dijadikan momentum untuk menyeimbangkan pasar bagi dunia usaha atau perusahaan untuk bertahan dari dampak krisis global. Asuransi harus dapat menjadi motor penggerak usaha mengatasi masalah ini dengan citra manajemen resiko yang solutif.

Kedua, Tahun 2009 dapat dijadikan momentum untuk mengembangkan pasar lokal yang selama ini banyak dikuasai oleh perusahaan asing, Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah memperkuat brand image asuransi sebagai produk yang dapat menyokong usaha nasional baik pasar lokal maupun internasional dengan sistem pemasaran yang efektif pasda asuransi. Ketiga, Tahun 2009 dapat dilalui dengan me-review kembali efisensi atau efektivitas kegiatan bisnis perusahaan dengan melakukan perbaikan (efisiensi) sistem distribusi. Asuransi juga harus melakukan upaya efektivitas demi keberlanjutan bisnis.

Keempat, Tahun 2009 saatnya merapatkan barisan baik pemerintah, dunia usaha, dan pelaku ekonomi lainnya untuk mempererat kerja sama sehingga dapat menjadi satu kesatuan ekonomi nasional yang kokoh. Peran pemerintah dan masyarakat harus diselaraskan dengan penanaman citra asuransi yang mampu turut menyokong perekonomian nasional, serta membuat suatu tatanan ekonomi nasional yang selaras dalam dimensi superstruktur, konsepsi, dan realitas sosial menuju pembangunan berkelanjutan.

Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan setelah itu adalah mentransformasikan asuransi pada ekonomi kreatif yang mengarah pada inovasi bisnis dengan menjadi mitra pengembang sektor ekonomi potensial yang sempat menjadi trend 2009 yaitu industri ekonomi kreatif. Cakupannya terdiri dari 14 kategori antara lain periklanan, arsitektur, kerajinan, disain, disain fesyen, pasar seni, film dan video, musik, software (perangkat lunak), hiburan interaktif, serta seni pertunjukan. Disinilah asuransi berperan sebagai pendamping.

Efektivitas asuransi bila berkolaborasi pada ekonomi kreatif yang berkontibusi ekonomi kreatif dalam pembangunan nasional Tahun 2007 diperkirakan mencapai 4,75 persen terhadap PDB Indonesia. Selain itu, Industri ekonomi kreatif diperkirakan telah menyerap 3,7 juta tenaga kerja atau 4,7% dari total penyerapan tenaga kerja serta memberikan kontribusi terhadap kinerja ekspor sekitar 7%. Bahkan, ditargetkan oleh pemerintah pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja akan Sebanyak 5,4 juta atau sekitar 5,9%.
 
Pemerintah juga rencanannya akan segera menyusun program aksi pengembangan ekonomi kreatif yang ditargetkan bisa memberi sumbangan sekitar 7-8 persen terhadap PDB pada 2015. Dalam teori Alfin Toffler dalam perkembangan peradaban umat manusia yang terbagi menjadi IV fase yang salah satunya menekankan pada ekonomi kreatif, pertama, pemburu-pengumpul dan pertanian; kedua, peradaban yang lahir sebagai hasil ciptaan dari berkembangnya Revolusi Industri dan kemudian, 

Ketiga, munculnya peradaban baru yang lahir dan digerakkan oleh Revolusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu abad informasi. Keempat, adalah satu era peradaban yang dicirikan dengan munculnya Ekonomi Kreatif. Akar dari landasan ekonomi kreatif sebenarnya adalah hal yang belum pernah untuk dipergunakan. Ide kreatif ini dapat melibatkan sebuah usaha penggabungan du ahal atau lebih ide-ide secara langsung (John Adair, 1996). Kecenderungannya ada pada pengembangan IPTEK dan Sumber daya Intelektual. Dan akan sangat dinamis bila asuransi dalam hgal ini mengambil peran strategis.

Pada akhirnya, menurut Teori Inovasi Schum Peter ekonomi kreatif akan mentransformasikan diri pada wujud nyata inovasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Asuransi pun akan semakin penting untuk mengambil peran pada penyokong Inovasi adalah memikirkan dan melakukan sesuatu yang baru, menambah atau menciptakan nilai-nilai manfaat sosio-ekonomi (Gede Raka, 2001). Jadi dapat dikatakan asuransi akan lebih berdampak pada kemaslahatan masyrakat sebagai umpan balik.

Kerativitas dan inovasi memiliki hubung kausalitas, karena kreativitas maka timbul inovasi. Kreatifitas merupakan langkah pertama menuju inovasi yang terdiri atas berbagai tahap. Kreatifitas berkaitan dengan produksi kebaruan dan ide yang bermanfaat dan diteruskan dengan inovasi yang berkaitan dengan produksi atau adopsi ide yang bermanfaat dan implementasinya. Sementara asuransi memegang peranan penting agar peran dari kreativitas dan inovasi terus berlanjut menjadi lebih bersinergi. 

Hal tersebut merupakan solusi dari sebuah persaingan yang semakin ketat di dunia usaha, membidik konsumen dengan diferensiasi produk yang inovatif dan mencipta ruang baru diversivikasi usaha yang semakin berkembang. Bila hal ini diperhatikan bukan tidak mungkin Indonesia akan setara dengan negara maju yang sudah berhasil menerapkan industri ekonomi kreatif seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Inggris Jepang, Singapura dan Korea Selatan. 

Minggu, 24 Mei 2009

PEJABAT MIRIP PENJAHAT


Oleh: Hamzah Ichwal
Pemimpin Redaksi Jurnal DAKSINAPATI


Negeri ini tak pernah kehabisan perkara. Pejabat ternyata mirip penjahat, karena tingkah lakunya mengikis moral.

Menengarai paduan kasus para pejabat, seperti menyamakan persepsi dengan perjalanan seorang penjahat. Belakangan diduga seorang fenomenal ikon 2008 pada salah satu majalah, yaitu Ketua KPK Antasari Azhar terlibat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Seperti gelegar petir disiang bolong, sangat mengagetkan.

Sepertinya, kredibilitas para pejabat negeri ini mulai luntur. Paradigma bahwa pejabat adalah panutan yang mestinya ‘digugu’ juga ‘ditiru’, lusung sudah. Apalagi hanya karena skaldal wanita, seorang caddy girl di Modernland Golf, Tanggerang. Begitu naif rupanya untuk dijadikan penelusuran lanjut. Esensinya juga tidak setingkat ketimbang mengurus kemiskinan negeri ini.

Catatan hitam para pejabat bukan sekali ini terjadi, yang paling nyaring terdengar adalah perselingkuhan dan korupsi. Keduanya seperti citra yang melekat erat di kalangan pejabat. Beberapa nama tersohor ikut masuk dalam cacatan hitam, sampai akhirnya tidak mendapatkan tempat di mata masyarakat. Jika ditarik lebih jauh ihwal citra adalah imbas dari perilaku, wong bejat, yo bejat wae citrane…

Semestinya, pejabat negeri ini lebih dulu memperbaiki moral daripada ngoyoh mengejar pangkat. Jika tidak demikian maka jabatan yang mereka emban hanya menjadi tempat kenistaan nama baik sebelum akhirnya dicopot. Atau rakyat yang membredel kehormatan mereka.

Begitulah parodi kehidupan dalam liku berbangsa di Indonesia. Sampai-sampai teman saya pernah bilang kalau di Indonesia itu bertindak jahat dicontohi pemimpinnya, anak baru lahir saja sudah dengar berita korupsi para pejabat negerinya. Parahnya, jika memang sejak kecil orang sudah wajar menganggap bahwa pejabatnya suka berbuat jahat.

Lalu muncul kesimpulan yang sedikit komparasional, apa bedanya pejabat dengan penjahat ? bila dua-duanya melakukan pencurian, atau sama-sama gila perempuan, sampai tega-teganya membunuh nyawa orang.

Saya kira persoalan status antara pejabat dan penjahat sama saja. Sebab Tuhan menilai orang dari amal baik atau buruknya, bukan status. Jadi lebih bijak kita menyebut bila pejabat sama saja dengan penjahat bila keduanya melakukan tindak kejahatan. Harus diakui bila mau ada perbaikan, haruslah berselimut moral, agar dapat disebut manusia yang lebih beradab.

PARADOKSAL PEROMBAKAN APBN 2009


Oleh: Hamzah Ali
Pemimpin Redaksi Jurnal DAKSINAPATI

Dalam mengantisipasi buruknya dampak krisis ekonomi global, maka APBN 2009 mengalami perombakan fundamental. Salah satu penyebab paling rasional bagi pemerintah adalah perlunya penambahan stimulus fiskal dari Rp 12,5 triliun menjadi Rp 71,3 triliun. Asumsi tersebut setara dengan 1,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Ini diharapkan dapat menekan daya rusak krisis terhadap pertumbuhan ekonomi. Belum lagi daya dorong ekonomi domestik yang kurang signifikan.

Tujuan dari perombakan APBN 2009 antara lain. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, menambah daya saing dan daya tahan dunia usaha domestik. Ketiga, perbelanjaan infrastruktur padat karya melalui program sosial dan pemberdayaan masyarakat, mengingat ancaman PHK yang mengancam tidak kurang dari 50 juta orang tahun ini, akan terjadi guncangan besar pada stabilitas sosial masyarakat bila terus dibiarkan.

Ada beberapa catatan dari kebijakan tersebut, dilihat dari politik alokasi secara garis besar sasaran tersebut tampaknya sudah sering dilakukan. Namun, ada kesan bahwa pemerintah ingin menyenangkan banyak pihak dan ingin dikenal sebagai Hobbe-Nietzchean, yaitu orang yang ingin dikenal baik pada ruang-ruang publik. mungkin terkait isu politik mendekati Pemilu 2009. Padahal disisi lain untuk beberapa fasilitas sejumlah sektor lainnya diciutkan. Sehingga terkesan tidak cukup fokus dan tajam untuk prinsip alokasi.

Kritik berikutnya tentang alokasi dana stimulus tersebut yang lebih besar diberikan dalam bentuk penghematan dan subsidi pajak, serta bea masuk yaitu sebesar Rp 56,3 triliun atau 78 persen dari total perombakan anggaran tersebut (Rp 71,3 triliun). Bukan pada belanja langsung pemerintah, sehingga ada kekhawatiran tak terlalu efektif mendorong permintaan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kecil menengah. Bahkan, ada ketakutan justru akan merusak aparat dan merangsang koruptor baru.

Dari sisi upaya meningkatkan daya beli masyarakat dan lapangan kerja, kiranya perlu mengapresiasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), meski dalam perjalanannya (PNPM-PPK: 1998-2008) program tersebut telah mencatat sekitar 690 kasus penyimpangan dana dengan nilai Rp 22.660 juta, dan pengembalian hanya Rp 5.591 juta (Seputar Indonesia, 19 Desember ‘08). Oleh karena itu, perlu pengawasan ketat dari pemerintah dalam menjaga mekanisme penggunaan dana tersebut.

Selain itu, kita juga menyambut baik tentang adanya peningkatan alokasi dana hingga Rp 10,2 triliun untuk proyek infrastruktur yang menyerap banyak tenaga kerja dan memperluas arus distribusi ekonomi. Kendati demikian bila kita melihat dasar fungsi redistribusi kebijakan fiskal dalam hal ini terdapat beberapa kelemahan dalam realisasinya. Pertama, minimnya jaminan sosial yang mudah diakses oleh masyarakat luas dengan birokrasi mudah.

Kedua, dalam kondisi resesi ekonomi saat ini, sistem perekonomian sangat rawan terhadap ketimpangan. Karena tidak mempunyai mekanisme yang terstruktur untuk melakukan pemerataan. Dari hal tersebut setidaknya menuntut kita untuk tidak mudah cepat berpuas diri dan bekerja lebih keras, bagi semua pihak hendaknya mengawal paket kebijakan paradoks ini ke gerbang pertumbuhan dan penguatan ekonomi Indonesia.

Kebijakan stimulus ini juga hanya bisa dikatakan efektif jika memenuhi beberapa hal yang dianggap perlu diperhatikan, seperti tepat sasaran atau fokus, cepat dan tanggap terhadap respon dinamika masyarakat, bersifat jangka panjang (sustainable development), dan mempunyai efek besar terhap perubahan ekonomi kearah yang lebih baik. Intinya ada pada kapasitas dan kredibilitas birokrasi, terkait kecepatan dan kualitas penyerapannya.

Penekanan utama ada pada birokrasi daerah, dimana 60 persen belanja Negara terkonsentrasi disitu. Diharapkan juga kepada seluruh aktor perekonomian, jangan sampai sepenuhnya menumpukan harapan pada stimulus fiskal tersebut yang terkesan riskan. Atas dasar itu, kebijakan non-APBN, termasuk di level departemen juga perlu didorong, terutama dengan investasi domestik dan pembenahan kualitas sektor riil.







Jumat, 08 Mei 2009

Revolusi Ciliwung


Oleh: Wahidini Nur Aflah
Staff Div Penulisan

Cara tepat untuk memulai sesuatu adalah berhenti bicara dan segera bertindak (Walt Disney)




Sebuah negara tidak akan makmur apabila bangsanya tidak merawat sumber daya alam yang dimiliki. Pernyataan ini tentunya masuk dalam logika kritis kita, karena alam memberikan sumbangsih besar dalam kelancaran hidup manusia. Alam menyediakan hampir semua keperluan manusia untuk bertahan hidup, selanjutnya adalah bagaimana manusia itu mengelola dan merawatnya. Namun, bagaimana apabila sebuah bangsa menganak tirikan persoalan lingkungan? Inilah yang tengah terjadi pada Ibu Pertiwi kita.

Sungai Ciliwung telah dinomor duakan oleh segenap penduduk Jakarta. Mereka tak lagi menganggap sakral sungai yang sempat menjadi titik tumpu sumber kehidupan masyarakat sekitar. Pernyataan ini dibuktikan oleh sebundel masalah yang ditimbulkan. Meminjam jargon suatu acara entertainment, “semua ada disini”. Banyaknya ketidakberesan dalam sungai yang membelah kota Jakarta ini, meliputi masalah dalam bidang kebersihan dan degradasi moral.

Pada Januari 2008 saat meninjau banjir di sekitar Jembatan Kalibata, Fauzi Bowo mengomentari sungai Ciliwung selayaknya Carrefour karena ada sikat gigi, sofa, dan benda-benda yang lumrah ada dalam supermarket. Sampah ini mudah kita temukan, sebab terhampar dimana-mana. Apalagi di sekeliling pintu air, dimana menjadi tempat penyaringan sampah. Akan tetapi, setelah penulis berkunjung untuk melihat kondisi di pintu air Manggarai, sistem penjaringan sampah ini tidak berjalan efektif.

Selain masalah kebersihan yang telah disinggung oleh Gubernur DKI Jakarta, masalah pemukiman liar di pun menjadi sukar diberantas. Pemukiman liar kini bagaikan jamur di daerah lembab. Warga yang mendirikan rumah di Kampung Pulo atau Bukit Duri menyadari bahwa mereka tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di daerah tersebut. Meskipun begitu, mereka tak kunjung pindah.

Disamping paparan masalah di atas, kurangnya kepedulian masyarakat turut menyemarakkan sederet kekacauan di sungai Ciliwung. Selama 40 tahun terakhir, industri berbaris di sepanjang sungai yang panjangnya lebih dari 100 kilometer. Warga memanfaatkan sungai untuk mandi ataupun mencuci pakaian. Tak diragukan lagi air sungai Ciliwung terkotori limbah. Dapat dilihat, penampilan sungai berwarna cokelat hingga kehitaman.

Ciliwung Impianku

Setiap orang memiliki standar kondisi ideal yang berbeda-beda. Bagaimana kondisi ideal untuk Ciliwung tercinta? Gambaran ideal penulis tidak muluk-muluk. Menjadikan sungai maskot kota Jakarta ini menjadi sungai BerES (bersih, efektif, dan sehat) adalah impian yang harus kita wujudkan. Karena apabila Ciliwung bersih, lingkungan sekitar pun secara otomatis akan menghadirkan suasana sehat. Lalu, keefektifan sungai perlu dituntut agar mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya dan dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

Kondisi-kondisi apa yang diharapkan? Pertama, absennya sampah dari peredaran sungai adalah hal penting dari Ciliwung impian kita bersama. Mengingat sampah adalah atribut membandel yang sangat biasa ditemukan di setiap sisi sungai. Kedua, limbah cair dilarang memasuki aliran sungai. Karena, walaupun limbah cair sulit dibedakan apabila tercampur air, namun cukup mengancam kesehatan umat.

Selain itu, air sungai Ciliwung berubah menjadi bening, jernih, dan tampak menyegarkan. Air yang jernih nantinya dapat dimanfaatkan untuk konsumsi orang banyak. Disamping itu, pemukiman di bantaran sungai harus direlokasi dengan tegas. Manfaatkanlah daerah di sisi sungai sebagai lahan bercokolnya pohon-pohon rindang nan sejuk. Lagipula, rumah-rumah di sepanjang Ciliwung lah yang menyumbang pemasukan sampah terbesar ke dalam sungai. Tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupannya, manusia menghasilkan 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik.

Revolusi Ciliwung

Menurut Walt Disney, cara tepat untuk memulai sesuatu adalah berhenti bicara dan segera bertidak. Begitu pula dengan Ciliwung Impianku, gambaran ideal yang dipaparkan di atas mustahil terwujud jikalau kita hanya berani berandai-andai tanpa perealisasian yang jelas.
Program Revolusi Ciliwung adalah program yang penulis tawarkan demi terciptanya kondisi BerES (bersih, efektif, dan sehat). Program ini terdiri dari lima program utama yang diyakini mampu menjawab segala keruwetan sungai.

Pertama, pendalaman dasar sungai. Mengapa sungai Ciliwung terus menerus meluap? Ini mengindikasikan bahwa sungai kepayahan untuk menampung air yang terus bertambah. Penampungan air ini menjadi inefektif karena dasar sungai dangkal. Perlunya upaya untuk mengeruk sampah-sampah ataupun lumpur yang mengendap di dasar sungai. Apabila proses pengerukan selesai, maka penulis yakin ada lebih banyak sudut sungai untuk menampung air.

Kedua, relokasi pemukiman di sepanjang sungai Ciliwung. Upaya ini dimaksudkan untuk mengurangi sampah yang masuk ke sungai. Relokasi warga ke rumah susun permanen adalah hal yang butuh direalisasikan

Ketiga, penggunaan jaring sampah di tiap lima meter sungai. Mengingat jumlah sampah yang menggenang tiada henti, maka diperlukan jaring sampah seperti jaring nelayan untuk menangkap sampah yang lewat. Setelah jaring ini penuh, jaring akan diangkat dan ditampung sementara sebelum diangkut ke tempat pembuangan akhir.

Keempat, pengadaan tempat sampah besar dan papan pengingat di setiap lima meter, berdampingan dengan jaring sampah. Tempat sampah besar ini diperuntukkan sampah hasil tampungan sungai atau buangan lingkungan sekitar. Sedangkan papan pengingat bertuliskan “Buanglah sampah di tempatnya” dimaksudkan untuk mengingatkan siapa saja di sekitar sungai untuk tidak mengotori sungai.

Kelima, diadakannya Konser Amal Ciliwung (KoACi). Tidak dipungkiri untuk merealisasikan program-program menuju Ciliwung Impian, membutuhkan dana. Dengan mengadakan konser, yang notabene biasanya menarik minat warga sekitar untuk menonton, dipercaya mampu menarik pemasukan besar. Apalagi bila konser ini dimeriahkan oleh artis-artis ibu kota yang tengah naik daun. Selain dimaksudkan untuk menarik dana, konser ini juga berisikan pesan-pesan positif untuk menjaga keelokan sungai Ciliwung.

Ciliwung Impianku juga impian kita bersama. Dengan program Revolusi Ciliwung, diharapkan mampu merevitalisasi sungai dan mengembalikan fungsi sungai untuk kemaslahatan warga Jakarta dan sekitarnya.


Selasa, 05 Mei 2009

REFLEKSI STRATEGIK KEMANDIRIAN EKONOMI

Oleh : Hamzah Ichwal
Pemimpin Redaksi Jurnal DAKSINAPATI

Ideologi kapitalisme dengan doktrin laissez-faire telah membuat guncangan besar dalam tatanan perekonomian global. Asumsi ’the invisible hand’ pada pasar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Pasar terbukti tidak mampu mengatur dirinya sendiri, kemudian timbul keajegan pada kelembagaan pasar karena kredit macet. Rakyat miskin di Amerika Serikat diarahkan memiliki rumah namun dengan mekanisme pasar dan bukan dengan pendekatan intervensi terhadap pasar itu sendiri, yaitu peran pemerintah.

Pemerintah Amerika Serikat menggunakan pendekatan rekayasa keuangan yang justru mengikat sektor keuangan seperti bank tradisonal dan investment bank untuk memiliki loan yang tak berbasis passiva. Jadi tugas APBN diserahkan ke pasar dengan melakukan rekayasa keuangan pada sektor keuangan itu sendiri. Padahal jika pemerintah Amerika Serikat mau memberikan subsidi melalui APBN maka resiko kehancuran sektor perbankan di Amerika Serikat dapat dihindari akibat bermain rekayasa finansial di pasar sub prime mortgage itu.

Demikianlah bila mekanisme pasar dibiarkan sebebas mungkin, mengakomodir ketidakpastian (uncertainty) seperti apa yang dikemukakan oleh Anthony Giddens. Kemudian, krisis ekonomi pun merambat keseluruh penjuru dunia, karena kegiatan ekonomi telah tersentralisasi dalam sistem yang bernama ’kapitalisme global’. Dunia pun mengalami global imbalances di berbagai lini. Lebih lanjut, depresi seperti ini diproyeksikan akan mengalami kontraksi hingga tahun 2009, bahkan semakin dalam dan melebar 2010.

Semua bermula dari tidak adanya market regulating institution yang berperan sebagai stabilizing institution, pasar subrime mortgage dan perbankan di Amerika tidak diatur. Indonesia sebagai bagian dari sistem ekonomi dunia turut mengalami resesi tersebut, setidaknya melalui beberapa faktor. Pertama, melalui faham neoklasik, Faham ini akan semakin menguat karena IMF akan menjadi semakin tinggi perannya dalam resesi ekonomi dunia kali ini. Melakukan intervensi ketergantungan pada banyak negara dunia ketiga.

Kedua, mekanisme transmisi melalui nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah menjadi melemah secara cepat sehingga sektor traded justru semakin melemah. Daya jual komoditas domestik pun akan jatuh harga. Hal ini dikibatkan oleh ducth diseases yaitu penyakit perekonomian dimana sektor inti dari suatu negara seperti pertanian dan industri tumbuh separuh dari total pertumbuhan ekonomi. Yang terjadi adalah buble economic, pertumbuhan hanya sebatas angka dan mekanisme kosong pada instrumen portofolio.

Ketiga, melalui pasar modal. Pasar modal di Indonesia merupakan pasar modal yang mengalami penurunan harga saham ketiga paling parah di dunia. Pasar modal di Indonesia juga merupakan pasar yang didominasi oleh asing selain juga berisi ”hot money”. Dengan hancurnya harga saham maka rupiah juga semakin melemah karena para spekulan ingin meyelamatkan posisinya dalam dolar. Selain pasar saham, pasar obligasi di Indonesia juga semakin kering sehingga bunganya juga semakin mahal akibat kredibilitas kebijakan APBN di Indonesia yang diragukan oleh investor.

Kelima, adalah melalui neraca perbankan. Hal ini dapat dilihat dari terus trurunnya rasio aset bank terhadap produk domestik bruto. Perlu juga dicamkan bahwa rasio NPL tertinggi perbankan Indonesia hanya lebih baik ketimbang Filipina (dimana untuk kuartal pertama tahun 2008 Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan masing-masing adalah 4,3 persen, 4,5 persen, 3 persen, 3,7 persen, dan 0,7 persen). Artinya, perbankan Indonesia lebih rentan terkena pukulan oleh krisis karena krisis.

Penulis ingin mengulas kemudian memprediksi dengan ramalan yang sedikit berdasar pada argumentasi diatas. Bahwa, Tahap pertama, terjadi antara Agustus 2007 hingga September 2008 dimana sifatnya menghantam neraca dan rugi laba dari perbankan berskala internasional. Tahap kedua, terjadi antara periode setelah September 2008 hingga saat ini dimana krisis semakin dalam menghantam neraca dan rugi laba perbankan skala internasional dan juga perbankan skala nasional di banyak negara.

Tahap ketiga, adalah periode saat ini hingga satu atau dua tahun ke depan dimana krisis keuangan juga menghantam neraca dan rugi laba perusahaan non perbankan. Untuk itu perekonomian indonesia harus membuat suatu pengamanan terhadap tsunami krisis global tersebut. Dalam teori Anthony Giddens untuk mengantisipasi uncertainty tadi adalah dengan menerapkan Antological Security, maksudnya dalam hal ini perekonomian nasional harus dapat menjalankan strategi kemadirian ekonomi.

Dalam mempertimbangkan pada strategi kemandirian ekonomi yang dikaitkan dengan situasi saat ini, beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, kebijakan ekonomi nonsiklis dimana kebijakan APBN dan moneter menjadi saling terkait dan terpadu dengan peningkatan defisit APBN dan penurunan BI rate secara signifikan. Kedua, hindari kebijakan neo klasik dan kerjasama dengan IMF. Untuk memperkuat cadangan devisa maka Indonesia dapat bekerjasama dengan negara Opec dan China yang kelebihan devisa. Gordon Brown yang juga perdana menteri Inggris bahkan telah meminta Saudi Arabia dan China untuk memperkuat modal IMF. Untuk apa Indonesia meminta dana IMF yang dananya ternyata berasal dari negara Opec?

Ketiga, terapkan kebijakan blanket guarantee tanpa batas oleh pemerintah di sektor-sektor fundamental perekonomian untuk mengukuh kepercayaan publik yang kemudian secara efek bola salju memperbaiki kelesuan iklim untuk terus menjalankan roda perekonomian. Dan kemudian menjaga pertumbuhan yang semakin meningkat Keempat, terapkan industrial policy dengan memberikan rebate ekspor, kebijakan nilai tukar yang tepat dan perlindungan tarif dan non tarif barrier dari serangan produk impor dan memperkuat produk domestik.

MENYOAL NETRALITAS PEMILU 2009

Oleh: Hamzah Ichwal
Pemimpin Redaksi Jurnal DAKSINAPATI

Legitimasi pemilihan umum legislatif yang dilaksanakan tanggal 9 April 2009 diklaim sebagai pemilu terburuk sepanjang era reformasi. Bahkan terancam gagal karena jauh dari sikap jujur, bermartabat, adil, dan demokratis.

Permasalahan yang muncul pasca pemilu legislatif adalah diketahui banyaknya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kehilangan hak konstitusinya untuk memilih, jumlahnya mencapai jutaan suara. Padahal hak memilih adalah amanat hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945. Pelanggaran atas hak memilih berarti melanggar konstitusi dan harus masuk proses pengusutan ulang oleh penyelenggara pemilu.

Tidak hanya itu, pelaksanaan pemilu juga disinyalir banyak diwarnai kecurangan dan kesalahan administrasi serta substansi sistemik sehingga mengakibatkan kualitas pemilu mejadi buruk, bahkan terancam digagalkan. Hal tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh beberapa tokoh dan partai politik yang berjumlah 14 perwakilan dari 38 peminpin partai dengan melakukan deklarasi sikap terhadap pemilu legislatif 2009. Arahannya adalah aklamasi politik yang tidak netral oleh Pemerintah, KPU, dan KPUD.

Tuntutannya antara lain. Pertama, mendesak KPU, Banwaslu, dan Pemerintah menindaklanjuti semua laporan kecurangan pemilu dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran /kecurangan yang terjadi. Kedua, menjamin adanya hak konstitusi warga Negara untuk memilih, khususnya bagi mereka yang tercabut hak-haknya karena DPT. Karena itu, DPT harus diperbaiki untuk memastikan setiap warga Negara memiliki hak untuk memilih demi tercapainya demokrasi yang partisipatif.

Permasalahan diatas bermuara pada inkonsekuensi Pemerintah, KPU, dan Banwaslu dalam peneyelenggaraan pemilu. Beberapa pihak menilai hal tersebut tidak sesuai dengan netralitas nilai yang dijunjung. Pasalnya, beberapa implikasi mulai muncul, bila semua desa dipetakan terlihat adanya korelasi positif antara desa yang banyak menerima bantuan langsung tunai dan peta kemenangan Partai Demokrat. Sebaliknya, di daerah partai demorat berpotensi kalah, terutama di kota besar, banyak warga yang tidak masuk DPT.

Dari polemik tersebut, kiranya dapat dianalogikan bahwa Pemilu sekarang tak ubahnya mengalami bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi suara rakyat. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Hal tersebut yang dianggap tidak netral.

Agaknya hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik politik di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan pada birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan birokrat itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama untuk perbaikan.

Pada intinya harus ada peneyelesaian hukum dan pembuktian tentang adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kehilangan hak konstitusinya untuk memilih, kecurangan dan kesalahan administrasi serta substansi sistemik harus segera diusut sebelum pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Peran netralitas pemerintah harus segera diperbaiki, sesuai denga pendapat Wilson bahwa pemerintah berfungsi melaksanakan kebijakan politik, memastikan regulasi berjalan dengan baik.

Sehingga birokrasi itu harus berada di luar kajian politik dan masuk pada aspek netralitas nilai, apalagi berpihak pada satu Partai Tetentu dengan memanfaatkan wewenang pemerintahan. Bila hal tersebut masih terulang, bukan tidak mungkin prahara Orde Baru dengan hegemoni kekuasaan menghasilkan kepemimpinan yang tiran dan penuh dengan egoisme terhadap pemulihan kondisi bangsa.

Minggu, 03 Mei 2009

PATOLOGI KRISIS PENDIDIKAN


Oleh: Hamzah Ichwal


Tidak hanya ekonomi yang dilanda krisis, pendidikan pun berada dalam kondisi yang cukup krusial. Menjadi rapuh, sampai nasib bangsa ini benar-benar terpuruk dalam kebodohan generasi secara sistemik.


Melihat realita perubahan sosial saat ini, siklus sistem nilai telah mengalami transisi yang cukup signifikan. Saat itulah krisis melanda organ masyarakat, mereduksi kearifan budaya, menjadi tatanan kleptofobi. Seterusnya masyarakat akan mencabut nurani memandang gejala disekelilingnya.

Krisis merupakan suatu iklim menyeramkan. Mendahului transisi peradaban manusia. Lalu mencipta kesengsaraan. Beberapa pakar peradaban seperti Arnold Tonybe mengatakan krisis merupakan dampak dari ketidakmampuan manusia menanggapi tantangan perubahan lingkungan dari sisi interaksi dan budaya.

Dalam konteks pendidikan, krisis saya maknai dengan hilangnya ruh orientasi untuk humanisasi. Karena itu adalah inti dari proses pendidikan. Patologi komersialisasi telah mengulang sejarah pendidikan jaman penjajahan dulu. Menjadikan pendidikan semakin sulit dijangkau kaum miskin.

Pada akhirnya, secara agregat bangsa kita pun akan kehilangan daya saing. Karena tingkat pendidikan akan menentukan kecakapan keterampilan dan wawasan semakin menurun. Akan semakin kecil generasi bangsa ini yang cerdas nantinya.

Patologi Pendidikan
Bila terus kita telusuri, masalah pendidikan kita seperti benang kusut yang tak berujung. Sulit ditarik kesimpulan, bahkan linglung harus membenahi yang mana. Mulai dari anggaran pendidikan 20 persen yang tidak dikelola dengan baik, sampai akhirnya mendapat predikat pengelolaan terburuk sedunia (Kompas, 2/04/09). Dana BOS banyak tersendat dikantong birokrat.

Angka partisipasi pendidikan cukup memprihatinkan, sekitar 0,5 persen anak usia SD, 45 persen usia SMP, dan 60 persen usia SMA tidak bersekolah. Secara definitive angkanya mencapai puluhan juta anak. Berbeda dengan Negara lain, seperti Jepang, Korea, Singapura, dan Taiwan yang hampir seluruhnya sudah bersekolah dengan fasilitas yang mumpuni.

Dalam standard penilaian UN pun masalah itu terjadi, angka rata-rata tinggi menimbukan masalah baru, depresi bagi siswa. Padahal pendidikan seharusnya dijalani dengan “fun”, sebagaimana termaktub dalam buku Revolusi Cara Belajar. Secara teoritis UN pun dianggap belum cukup mewakili minat dan bakat anak untuk mendapatkan tempat.

Dari sekian masalah diatas, setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa krisis dengan pendidikan seolah berdamping seiring, walau secara substansial memiliki karakter yang berbeda. Dalam pendidikan krisis dengan hilangnya ruh orientasi humanistik mengakibatkan pendidikan seperti komoditas.

Nasib Bangsa
Pendidikan tak ubah seperti wadah oportunis yang mudah dijadikan tumpangan untuk sebuah tujuan yang melenceng. Lau bagaimana dengan nasib bangsa ke depan ?

Masihkah impian Ki Hajar Dewantara itu terpatri dalam setiap penyelenggaraan pendidikan negeri ini. Pendidikan menuju perikehidupan bersama dengan memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat). Masudnya tidak tergantung pada orang lain, berdiri sendiri, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

Saat ini, impian tersebut hampir tidak ditemui pada level bawah masyarakat, pendidikan seperti momok yang jauh dari angan. Karena mahal dan penuh dengan intrik komersial. Siswa bukan dijelali ilmu, tapi proyek guru dari jalan-jalan sampai iuran gedung yang tiada habis.

Berkaitan dengan hal tersebut, mari kita analisis nasib bangsa kedepan untuk sama-sama paham bahwa seharusnya pendidikan adalah sektor fundamental membangun perdaban suatu bangsa. Bila jepang runtuh pada peristiwa bom atom Hiroshima-nagasaki (1945), yang dibangun pertama kali adalah sektor pendidikan untuk bangkit menjadi Negara maju.

Indonesia tak kunjung sadar, sampai keadaan menuntut kita menjadi semakin tidak berdaya terhadap segala perubahan. Meski kita sudah merdeka 60 tahun, penjajahan masih terjadi. Korelasi pembangunan Negara dengan pelaku inti sumber daya manusia akan terputus, dan akhirnya menimbulkan disparitas orientasi.

Sampai tahap ini, arah pembangunan kita akan mudah dikendalikan oleh pihak asing, dan tujuan Ki Hajar Dewantara pupus. Solusi dari keadaan tersebut adalah: Pertama, timbulkan jiwa patriotis dalam semangat belajar. Hal tersebut akan mengingatkan kembali penyelenggaraan pendidikan dengan filsafah Negara.

Kedua, menjadikan pendidikan sebagai alat perlawalanan atas bentuk penjajahan baru di bangku sekolah. Misalnya, mentang iuran yang tak jelas ujung pangkalnya terhadap penyelenggaraan pendidikan. Ketiga, merancang model pembelajaran dengan pendekatan minat, bakat, serta kebutuhan siswa dalam transisi perubahan yang semakin dinamis